Free Monkey ani Cursors at www.totallyfreecursors.com

Kamis, 16 Mei 2013

Artritis

Arthritis
Klasifikasi dan bahan-bahan eksternal
Artritis pada tangan
 Width          = 325
ICD-10 M00.-M25.
ICD-9 710-719
DiseasesDB 15237
MedlinePlus 001243
eMedicine topic list
MeSH D001168

Artritis adalah peradangan pada satu atau lebih persendian, yang disertai dengan rasa sakit, kebengkakan, kekakuan, dan keterbatasan bergerak. [1]

Daftar isi

Penyebab

Artrhitis dapat terjadi akibat infeksi maupun tanpa infeksi. Pelepasan mediator inflamasi dari leukosit, kondrosit, sinoviosit menyebabkan kehilangan proteoglikan dan matriks ektraselular kartilago, sehingga terjadi kerusakan tulang. Kerusakan dan hilangnya kolagen dan kondrosit dapat menyebabkan perubahan yang tidak dapat kembali.[2]
Terdapat lebih dari 100 bentuk artritis [3]. Bentuk yang paling umum, yakni osteoartritis disebabkan oleh trauma pada persendian, infeksi pada persendian, atau usia.[3] Artitis lainnya yaitu artritis reumatoid, artritis psoriatik, dan penyakit autoimun. Artritis sepsis disebabkan oleh infeksi pada sendi.[3]

Gejala Klinis

Gejala klinis yang disebabkan artritis adalah adanya rasa sakit, panas, dan pembengkakan pada persendian lutut (gejala panca radang).[2] Terasa adanya fluktuasi, sakit dan panas, kemerahan; secara umum penderita menjadi demam jika sakit sudah menjadi sepsis, frekuensi nadi dan napas frekuen, pincang yang hebat bahkan kadang sampai penderita tidak dapat berdiri.[2]

Amiloidosis


Amiloidosis
Klasifikasi dan bahan-bahan eksternal
Preparat usus halus dengan penumpukan amiloid kongo merah.
ICD-10 E85.
ICD-9 277.3
DiseasesDB 633
eMedicine med/3377  med/3888
MeSH D000686

Amiloidosis adalah sebutan untuk berbagai macam kondisi dengan adanya penumpukan protein amiloid pada organ dan/atau jaringan, sehingga mengakibatkan timbulnya penyakit. Sebuah protein adalah amiloid bila protein menjadi sebuah bentuk tak larut yang khas, yang disebut lembaran lipat-beta yang disebabkan oleh perubahan struktur sekunder protein.
Kurang lebih terdapat 25 protein yang dikenal dapat membentuk amiloid pada manusia. Sebagian besar terdapat dalam plasma darah.
Beberapa jenis amiloidosis dapat menyerang secara sistemis atau spesifik pada organ tertentu. Ada pula yang merupakan kelainan genetika karena mutasi pada protein prekursornya. Perubahan bentuk sekunder terutama disebabkan penyakit lain yang mengakibatkan terbentuknya protein tak normal yang berlebihan seperti pembentukan berlebihan rantai ringan gamma globulin pada mieloma multipel (atau disebut juga amiloid AL), atau pembentukan berlebihan protein fase akit secara berkesinambungan pada radang kronis (yang dapat menjadi amiloid AA).

Daftar isi

Diagnosis

Amiloid dapat didiagnosa melalui pemeriksaan histologis pada jaringan yang terkena. Penumpukan amiloid diidentifikasi dengan pewarnaan kongo merah dan dilihat melalui cahaya terpolarisasi, di mana penumpukan tersebut dikenal dengan 'refraksi ganda hijau apel'. Pemeriksaan kemudian dilanjutkan dengan uji-uji yang lebih khusus untuk protein amiloid. Biopsi dilakukan pada organ yang terkena. Semua penumpukan amiloid menyimpan komponen P amiloid serum (SAP atau serum amyloid P component), sebuah protein sirkulasi dari kelompok pentraksin. Pemindaian radionuklida SAP telah dapat melokalisasi penumpukan amiloid pada pasien.

Amiloid Sistemis

Amiloidosis sangat jarang terjadi dan diklasifikasikan menjadi 5 kategori:[1]
Amiloid yang ditemukan pada amiloidosis dapat dibedakan berdasarkan senyawa yang tergantung pada bagian fibril. Amiloid AL yang ditemukan pada amiloidosis primer mengandung fibril yang terdiri dari rantai ringan imunoglobulin, sedang tipe AA pada amiloidosis sekunder mengandung fibril yang terdiri dari protein A dengan massa molekul 8.500 dalton dengan panjang 76 AA tanpa kandungan imunoglobulin sama sekali.
Amoid AL umumnya melibatkan jantung, lidah, saluran pencernaan dan kulit, sedangkan tipe AA umumnya menyebabkan penumpukan fibril pada hati, ginjal dan limpa.

Amilodosis primer atau herediter

Kelainan herediter yang jarang ditemukan ini biasanya disebabkan oleh mutasi di protein prekursor, dan selalu dominan otosomal. Protein perkursor adalah:

Amiloidosis sekunder

Amiloidosis sekunder adalah amilodisis yang sering terjadi.
  • Amiloidosis AL. Imunoglobulin rantai ringan adlaah protein perkursornya, diproduksi berlebih pada penyakit mieloma multipel.
  • Amiloidosis AA. Protein perkursornya adalah protein A amiloid serum atau SAA (serum amyloid A protein), sebuah protein fase akut karen radang kronis. Istilah amiloidosis sekunder lebih sering merujuk pada jenis ini.
  • Amiloidosis terkait dialisis. Protein prekursornya adalah mikroglobulin-beta-2 yang tidak dapat dibersihkan dengan dialisis atau cuci darah. Hal ini mengakibatkan penumpukan dan gagal ginjal tingkat akhir pada dialisis.[2]

Amilodosis Spesifik Organ

Amiloid neurologis
Amiloidosis kardiovaskular
Lainnya

Radang



Radang pada kulit

Radang (bahasa Inggris: inflammation) adalah respon dari suatu organisme terhadap patogen dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang mengalami cedera, seperti karena terbakar, atau terinfeksi. Radang atau inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin, bradikinin, serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator radang di dalam sistem kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.
Radang mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap infeksi:[1]
  • memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi untuk meningkatkan performa makrofaga
  • menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi
  • mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak.
Respon peradangan dapat dikenali dari rasa sakit, kulit lebam, demam dll, yang disebabkan karena terjadi perubahan pada pembuluh darah di area infeksi:
  • pembesaran diameter pembuluh darah, disertai peningkatan aliran darah di daerah infeksi. Hal ini dapat menyebabkan kulit tampak lebam kemerahan dan penurunan tekanan darah terutama pada pembuluh kecil.
  • aktivasi molekul adhesi untuk merekatkan endotelia dengan pembuluh darah.
  • kombinasi dari turunnya tekanan darah dan aktivasi molekul adhesi, akan memungkinkan sel darah putih bermigrasi ke endotelium dan masuk ke dalam jaringan. Proses ini dikenal sebagai ekstravasasi.
Bagian tubuh yang mengalami peradangan memiliki tanda-tanda sebagai berikut:
  • tumor atau membengkak
  • calor atau menghangat
  • dolor atau nyeri
  • rubor atau memerah
  • functio laesa atau daya pergerakan menurun
dan kemungkinan disfungsi organ atau jaringan.

-itis

Sufiks -itis yang berasal dari bahasa Yunani biasa dipakai untuk istilah-istilah kedokteran yang berhubungan dengan radang atau peradangan.
Selain dalam bidang kedokteran, akhiran ini juga terkadang digunakan untuk penyakit-penyakit lainnya, termasuk senioritis, [1] dan wiiitis [2]meskipun tidak terdapat radang maupu infeksi.

Daftar radang

Radang Anggota tubuh
Appendicitis Vermiform appendix
Arteritis Arteries
Arthritis Sendi
Blepharitis Kelopak mata
Bronchiolitis Bronchioles
Bronkitis Bronchi (saluran udara ke paru-paru)
Bursitis Bursa
Cervicitis Cervix
Cholangitis Bile duct
Cholecystitis Kantong empedu
Chorioamnionitis Chorion dan amnion (kantong amniotic)
Cystitis Kandung kemih
Dacryoadenitis Lacrimal gland
Dermatitis Kulit
Dermatomyositis Kulit dan otot
Ensefalitis Otak
Endocarditis Endocardium
Endometritis Endometrium
Enteritis Usus kecil
Enterocolitis Usus kecil dan usus besar
Esofagitis Esofagus
Epicondylitis Epicondyle
Epididymitis Epididymis
Faringitis Faring
Fasciitis Fascia
Fibrositis Fibrous connective tissue
Gastritis Perut
Gastroenteritis Perut dan usus kecil
Gingivitis Gingiva
Glossitis Lidah
Hepatitis Hati
Hidradenitis suppurativa Apocrine (kelenjar keringat)
Ileitis Ileum
Iritis Iris
Kolitis Kolon
Konjungtivitis Konjungtiva
Laryngitis Larynx
Mastitis Mammary gland
Meningitis Meninges
Myelitis Spinal cord
Myocarditis Myocardium
Myositis Otot
Nephritis Ginjal
Omphalitis Umbai cacing
Oophoritis Ovary
Ophthalmitis Mata
Orchitis Testicle
Osteitis Tulang
Otitis Telinga
Pancreatitis Pancreas
Parotitis Parotid gland
Pericarditis Pericardium
Peritonitis Peritoneum
Pleuritis Pleura
Phlebitis Pembuluh darah
Pneumonitis Paru-paru (pneumonia)
Proctitis Rectum
Prostatitis Prostate
Pyelonephritis Ginjal
Rhinitis Nasal cavity
Salpingitis Tuba fallopi
Sinusitis Sinus tengkorak
Stomatitis Mulut
Synovitis Membran Synovial
Tendinitis Tendon
Tonsillitis Tonsils
Uveitis Uvea
Urethritis Urethra
Vaginitis Vaginal mucosa
Vasculitis Pembuluh darah atau pembuluh limpa
Vulvitis Vulva

Pernapasan Kussmaul

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Pernapasan Kussmaul adalah pola pernapasan yang sangat dalam dengan frekuensi yang normal atau semakin kecil. [1], dan sering ditemukan pada penderita asidosis. Pernapasan ini merupakan salah satu bentuk hiperventilasi.[2] Pernapasan Kussmaul dinamai ari Adolph Kussmaul, seorang dokter berkebangsaan Jerman pada abad ke-19 yang pertama kali menemukannya pada pasien diabetes lanjut (biasanya dari diabetes mellitus tipe I). Ia memublikasikan makalahnya ini pada tahun 1874.[3]
Penyebab pernapasan Kussmaul adalah kompensasi pernapasan pada asidosis metabolik, yang sering terjadi pada pasien diabates pada ketoasidosis diabetikum. Gas-gas darah pada pasien dengan pernapasa Kussmail memperlihatkan tekanan parsial karbon dioksida yang menurun karena adanya tekanan yang meningkat pada pernapasan. Pernapasan ini membuang banyak karbon dioksida. Pasien akan merasa ingin cepat untuk menarik napas secara mendalam, dan tampaknya terjadi secara tak sadar.
Kelak, asidosis metabolik akan menyebabkan hiperventilasi, namun sebelumnya pernapasan akan cednerung cepat dan dangkal. Pernapasan Kussmaul akan muncul ketika asidosis semakin parah. Jadi, pernapasan ini juga dapat menandakan tingkat keparahan penyakit, terutama pada pasien diabetes.
Selama berpantang makan atau berpuasa, ada atau tidaknya hepatomegali, dan pernapasan Kussmaul memberikan petunjuk diagmosis diferensial bagi hipoglikemia pada kesalahan metabolisme tubuh. [4]

Pernapasan Cheyne-Stokes

Langsung ke: navigasi, cari
Pernapasan Cheyne-Stokes
Klasifikasi dan bahan-bahan eksternal
ICD-10 R06.3
ICD-9 786.09
Pernapasan Cheyne-Stokes (atau dikenal juga sebagai pernapsan periodik') adalah pola pernapasan tak normal yang ditandai dengan osilasi dari ventilasi antara apnea dan hiperapnea, untuk mengompensasi perubahan tekanan parsial oksigen dan karbon dioksida di dalam serum.
Pernapasan ini dinamai dari John Cheyne dan William Stokes, yang pertama kali menyebutkan istilah ini pada abad ke-19. [1] [2]
Pola pernapasan ini dapat ditemukan pada pasien penderita stroke, cedera otak traumatik, tumor otak, dan gagal jantung kongestif. Dalam keadaan tertentu, dapat ditemukan pada orang sehat saat tidur pada ketinggian. Pernapasan ini dapat ditemukan pula ensefalopati metabolik toksik.[3]. Pernapasan ini juga merupakan tanda dari keracunan karbon monoksida, dengan sinkop dan koma. Pada pengguna morfin juga dapat ditemukan tanda ini.

Apneu

Apneu merupakan sekumpulan gangguan tidur yang serius, dimana penderita yang sedang tidur berulang-ulang mengalami henti napas (apneu) dalam waktu yang cukup lama sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen di dalam darah dan otak dan menyebabkan bertambahnya jumlah karbondioksida.

Nefropati

Nefropati adalah istilah kedokteran yang berarti kerusakan atau penyakit pada ginjal. Istilah yang sebelum digunakan adalah nefrosis.

Podositopati

Perubahan renal yang disebabkan oleh diabetes mellitus yang tidak dapat diperbaiki kembali, seperti glomeruloskerosis dan fibrosis tubulointerstitial selalu didahului oleh proses hipertropi pada bagian glomerulus dan tubula proksimal.[1] Dari pengamatan terhadap manusia, subyek dengan nefropati klinis diketahui mempunyai jumlah podosit yang lebih sedikit per glomerulus, dibandingkan dengan subyek yang tidak memiliki simtoma nefropati. Hal ini lambat laun menginduksi perkembangan glomerulosklerosis diabetik. Sebaliknya, hipertropi pada podosit yang disebabkan oleh simtoma hiperglisemia akan berakibat pada berkurangnya jumlah podosit pada tiap glomerulus.

Glomerulopati

Albuminuria-mikro merupakan gejala paling awal dari glomerulopati diabetik.[2] Pada tingkat molekular, lintasan metabolisme yang diaktivasi oleh hiperglisemia, glikasi protein, faktor hemodinamik dan stres oksidatif merupakan hal yang sangat penting pada nefropati diabetik. Berbagai hormon faktor pertumbuhan dan sitokina diinduksi melalui lintasan transduksi sinyal selular yang sangat kompleks.
Hormon TGF-β1 kini diketahui sebagai mediator perkembangan hipertropi renal dan akumulasi komponen matriks ekstraselular mesangial, dan hilangnya proteoglikan pada membran dasar glomerular dipertanyakan sebagai penyebab albuminuria. VEGF yang disekresi podosit sebagai faktor angiogenik dan permeabilitas, yang meningkat pada diabetik nefropati, kemungkinan besar merupakan mediator utama yang memungkinkan peningkatan filtrasi protein; sedangkan penurunan jumlah dan kepadatan podosit, penebalan membran dasar glomerular oleh senyawa matriks alternatif, penurunan nefrin pada celah diafragma merupakan hal-hal yang mencerminkan penyebab utama yang berakibat pada albuinuria.
Banyak simtoma ini diinduksi oleh sinergi beberapa hal yaitu angiotensin II, hiperglisemia, peregangan mekanis dan albuminuria. Angiotensin II merupakan stimulan sekresi VEGF oleh podosit, akan menekan ekspresi nefrin dan menginduksi TGF-β1 yang berakibat pada apoptosis dan berkembangnya glomeruloskerosis. Lebih lanjut proteinuria akan menginduksi radang tubulointerstitial pada sel tubular, sehingga terjadi fibrosis dan atropi tubular. Selain itu, perubahan komposisi senyawa hasil filtrasi yang kini mengandung protein seperti TGF-β1 dan insulin-like growth factor I juga akan memberikan pengaruh terhadap perubahan pada sel tubular.
Lebih lanjut, angiotensin II akan memberikan stimulasi terhadi sel tubular untuk menyerap protein tersebut sehingga meningkatkan produksi sitokina pro-peradangan dan profibrotik. Hal ini akan memicu proses kemotaksis dan mengundang makrofaga dan sel darah putih ke dalam tubulinterstitium. Peningkatan sintesis protein matriks ekstraselular oleh sel tubular dan fibroblas interstitial yang tidak diimbangi oleh penyerapan yang sepadan, oleh karena proses peradangan yang sedang berlangsung, akan mengakibatkan fibrosis interstitial. Lebih-lebih karena sel tubular yang berada pada stimulasi kronis angiotensin II dan TGF-β1 akan terdediferensiasi menjadi fibroblas melalui suatu proses yang disebut transisi epitelial mesenkimal yang merupakan atropi pada jaringan tubular proksimal.

Tropicana Slim

Tropicana Slim adalah nama merek produk dagang asli Indonesia yang dimiliki oleh perusahaan Nutrifood Indonesia. Susu dan makanan ini dirilis pada tahun 1978 dan sejak dulu sangat konsisten dikonsentrasikan untuk kontrol dan pencegahan diabetes. Produk yang disediakan sangat beragam mulai dari pemanis rendah kalori, susu, hingga bahan-bahan untuk memasak. Produk susu dan makanan ini juga memiliki nutrisi yang paling lengkap.

Ragam

Produk-produk Tropicana Slim dibagi menjadi beberapa ragam, yaitu:
  • Produk Bebas Gula
    • Gula Rendah Kalori Classic
    • Gula Nol Kalori Diabetics
    • Gula Rendah Kalori Lemon-C
    • Gula Rendah Kalori Antioxidant
    • Zero Cal
    • Gula Merah Sugar Free
    • Madu bebas gula
    • Sirup bebas gula
    • Cafe latte
    • Milk Tea
    • Selai Stroberi
    • No added sugar cookies with oat
    • High fiber & high calcium milk (suitable for diabetics)
  • Susu Non Fat :
    • Susu Skim non fat
    • Susu skim Omega Fiber
    • Susu skim Soy Ginger
    • GoldenMil
  • Pelengkap Masakan
    • Minyak Jagung
    • Kecap Manis
    • Gula Tebu
    • Santan

Penolakan insulin

Penolakan insulin adalah kondisi pada jumlah normal insulin yang tidak mencukupi untuk menanggapi respon insulin normal dari lemak, otot dan sel hati. Penolakan insulin pada sel lemak merupakan akibat dari hidrolisis. Penolakan insulin pada otot mengurangi pengambilan glukosa, dan penolakan insulin pada hati mengurangi stok glukosa, dengan akibat pada penyediaan glukosa darah. Penolakan insulin dapat disebabkan oleh sindrom metabolisme dan diabetes melitus tipe 2.

Ketoasidosis diabetikum

Ketoasidosis diabetikum (bahasa Inggris: Diabetic ketoacidosis, DKA) adalah sindrom dari sinergi simtoma hiperglisemia, ketosis, asidemia dan ketonemia dengan parameter klinis menurut Asosiasi Diabetes Amerika berupa rasio gula darah >13.8 mmol/l (250 mg/dl), pH <7.30, serum bikarbonat <18 mmol/l, anion gap >10.[1] Umumnya DKA merupakan komplikasi penyakit diabetes mellitus tipe 1 dan 2.
Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (a bolus) dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder".

Insulin

Model struktur insulin
Merah: karbon; hijau: oksigen; biru: nitrogen; merah muda: sulfur. Pita biru/ungu merupakan kerangka [-N-C-C-]n dalam sekuens asam amino H-[-NH-CHR-CO-]n-OH protein tersebut, dengan R merupakan bagian yang menonjol dari kerangka tersebut pada setiap asam amino.

Insulin (bahasa Latin insula, "pulau", karena diproduksi di Pulau-pulau Langerhans di pankreas) adalah sebuah hormon polipeptida yang mengatur metabolisme karbohidrat. Selain merupakan "efektor" utama dalam homeostasis karbohidrat, hormon ini juga ambil bagian dalam metabolisme lemak (trigliserida) dan protein – hormon ini bersifat anabolik yang artinya meningkatkan penggunaan protein. Hormon tersebut juga memengaruhi jaringan tubuh lainnya.
Insulin menyebabkan sel (biologi) pada otot dan adiposit menyerap glukosa dari sirkulasi darah melalui transporter glukosa GLUT1 dan GLUT4[1] dan menyimpannya sebagai glikogen di dalam hati dan otot sebagai sumber energi.
Kadar insulin yang rendah akan mengurangi penyerapan glukosa dan tubuh akan mulai menggunakan lemak sebagai sumber energi.
Insulin digunakan dalam pengobatan beberapa jenis diabetes mellitus. Pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 bergantung pada insulin eksogen (disuntikkan ke bawah kulit/subkutan) untuk keselamatannya karena kekurangan absolut hormon tersebut; pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 memiliki tingkat produksi insulin rendah atau kebal insulin, dan kadang kala membutuhkan pengaturan insulin bila pengobatan lain tidak cukup untuk mengatur kadar glukosa darah.

Diabetes insipidus

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Diabetes insipidus, DI adalah suatu penyakit dengan simtoma poliuria dan polidipsia. Jenis DI yang paling sering dijumpai adalah DI sentral, yang disebabkan oleh defisiensi arginina pada hormon AVP. Jenis kedua adalah DI nefrogenis yang disebabkan oleh kurang pekanya ginjal terhadap hormon dengan sifat anti-diuretik, seperti AVP.
gejalanya . gatal , mual , mati .

Bagaimana Pemeriksaan Pada Diabetes Insipidus?

Ada beberapa pemeriksaan pada Diabetes Insipidus, antara lain: Pemeriksaan yang paling sederhana dan paling dapat dipercaya untuk diabetes insipidus adalah water deprivation test. Selama menjalani pemeriksaan ini penderita tidak boleh minum dan bisa terjadi dehidrasi berat. Oleh karena itu pemeriksaan ini harus dilakukan di rumah sakit atau tempat praktek dokter. Pembentukan air kemih, kadar elektrolit darah (natrium) dan berat badan diukur secara rutin selama beberapa jam. Segera setelah tekanan darah turun atau denyut jantung meningkat atau terjadi penurunan berat badan lebih dari 5%, maka tes ini dihentikan dan diberikan suntikan hormon antidiuretik. Diagnosis diabetes insipidus semakin kuat jika sebagai respon terhadap hormon antidiuretik: - pembuangan air kemih yang berlebihan berhenti - tekanan darah naik - denyut jantung kembali normal. Apapun pemeriksaannya, prinsipnya adalah untuk mengetahui volume, berat jenis, atau konsentrasi urin. Sedangkan untuk mengetahui jenisnya, dapat dengan memberikan vasopresin sintetis, pada Diabetes Insipidus Sentral akan terjadi penurunan jumlah urin, dan pada Diabetes Insipidus Nefrogenik tidak terjadi apa-apa.

GLP-1

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
GLP-1 dan diabetes.
GLP-1 (bahasa Inggris: Glucagon like peptide 1) adalah hormon yang dihasilkan oleh sel L pada saluran pencernaan dari produk transkripsi gen proglukagon, dan digolongkan sebagai inkretin. Seperti juga Glukagon, GLP-1 mengalami proteolisis terbatas dalam proses sintesanya. Bentuk aktif dari hormon ini adalah GLP-1-(7-37) dan GLP-1-(7-36)NH2.
Stimulus (bahasa Inggris: secretagogue) untuk sekresi hormon ini adalah keberadaan zat nutrisi pada lumen usus halus, khususnya karbohidrat, protein dan lemak.
GLP-1 mempunyai waktu paruh kurang dari 2 menit oleh karena reaksi degradasi oleh enzim dipeptidil peptidase-4.
GLP-1 memiliki beberapa kapasitas fisiologis untuk menekan diabetes mellitus,[1][2][3] antara lain:

Diabetes mellitus

Diabetes mellitus, DM (bahasa Yunani: διαβαίνειν, diabaínein, tembus atau pancuran air) (bahasa Latin: mellitus, rasa manis) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing manis adalah kelainan metabolik yang disebabkan oleh banyak faktor, dengan simtoma berupa hiperglikemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, sebagai akibat dari:
Berbagai penyakit, sindrom dan simtoma dapat terpicu oleh diabetes mellitus, antara lain: Alzheimer, ataxia-telangiectasia, sindrom Down, penyakit Huntington, kelainan mitokondria, distrofi miotonis, penyakit Parkinson, sindrom Prader-Willi, sindrom Werner, sindrom Wolfram,[3] leukoaraiosis, demensia,[4] hipotiroidisme, hipertiroidisme, hipogonadisme,[5] dan lain-lain.

Daftar isi

Klasifikasi

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan bentuk diabetes mellitus berdasarkan perawatan dan simtoma:[2]
  1. Diabetes tipe 1, yang meliputi simtoma ketoasidosis hingga rusaknya sel beta di dalam pankreas yang disebabkan atau menyebabkan autoimunitas, dan bersifat idiopatik. Diabetes mellitus dengan patogenesis jelas, seperti fibrosis sistik atau defisiensi mitokondria, tidak termasuk pada penggolongan ini.
  2. Diabetes tipe 2, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin, seringkali disertai dengan sindrom resistansi insulin
  3. Diabetes gestasional, yang meliputi gestational impaired glucose tolerance, GIGT dan gestational diabetes mellitus, GDM.

    dan menurut tahap klinis tanpa pertimbangan patogenesis, dibuat menjadi:
  4. Insulin requiring for survival diabetes, seperti pada kasus defisiensi peptida-C.
  5. Insulin requiring for control diabetes. Pada tahap ini, sekresi insulin endogenus tidak cukup untuk mencapai gejala normoglicemia, jika tidak disertai dengan tambahan hormon dari luar tubuh.
  6. Not insulin requiring diabetes.
Kelas empat pada tahap klinis serupa dengan klasifikasi IDDM (bahasa Inggris: insulin-dependent diabetes mellitus), sedang tahap kelima dan keenam merupakan anggota klasifikasi NIDDM (bahasa Inggris: non insulin-dependent diabetes mellitus). IDDM dan NIDDM merupakan klasifikasi yang tercantum pada International Nomenclature of Diseases pada tahun 1991 dan revisi ke-10 International Classification of Diseases pada tahun 1992.
Klasifikasi Malnutrion-related diabetes mellitus, MRDM, tidak lagi digunakan oleh karena, walaupun malnutrisi dapat memengaruhi ekspresi beberapa tipe diabetes, hingga saat ini belum ditemukan bukti bahwa malnutrisi atau defisiensi protein dapat menyebabkan diabetes. Subtipe MRDM; Protein-deficient pancreatic diabetes mellitus, PDPDM, PDPD, PDDM, masih dianggap sebagai bentuk malnutrisi yang diinduksi oleh diabetes mellitus dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Sedangkan subtipe lain, Fibrocalculous pancreatic diabetes, FCPD, diklasifikasikan sebagai penyakit pankreas eksokrin pada lintasan fibrocalculous pancreatopathy yang menginduksi diabetes mellitus.
Klasifikasi Impaired Glucose Tolerance, IGT, kini didefinisikan sebagai tahap dari cacat regulasi glukosa, sebagaimana dapat diamati pada seluruh tipe kelainan hiperglisemis. Namun tidak lagi dianggap sebagai diabetes.
Klasifikasi Impaired Fasting Glycaemia, IFG, diperkenalkan sebagai simtoma rasio gula darah puasa yang lebih tinggi dari batas atas rentang normalnya, tetapi masih di bawah rasio yang ditetapkan sebagai dasar diagnosa diabetes.

Diabetes mellitus tipe 1

Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan dengan diet maupun olah raga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (a bolus) dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder".
Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan memengaruhi aktivitas-aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1 harus sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l).[rujukan?] Beberapa dokter menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah dengan angka yang lebih rendah, seperti "frequent hypoglycemic events".[rujukan?] Angka di atas 200 mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi.[rujukan?] Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya membutuhkan perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis.[rujukan?] Tingkat glukosa darah yang rendah, yang disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan kehilangan kesadaran.

Diabetes mellitus tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 (bahasa Inggris: adult-onset diabetes, obesity-related diabetes, non-insulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe diabetes mellitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen,[6] termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel β, gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin[7] yang disebabkan oleh disfungsi GLUT10[8] dengan kofaktor hormon resistin yang menyebabkan sel jaringan, terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin[9] serta RBP4 yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati.[9] Mutasi gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia.[10]
Pada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1 yang tinggi,[11] rasio RBP4 dan hormon resistin yang tinggi,[9] peningkatan laju metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati,[9] penurunan laju reaksi oksidasi dan peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati.[12]
NIDDM juga dapat disebabkan oleh dislipidemia[13], lipodistrofi,[9] dan sindrom resistansi insulin.
Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.[rujukan?] Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan.[rujukan?] Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam kaitan dengan pengeluaran dari adipokines ( nya suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi glukosa.[rujukan?] Obesitas ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2 kencing manis.[rujukan?] Faktor lain meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun di dekade yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk memengaruhi anak remaja dan anak-anak.[rujukan?]
Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Ini dapat memugar kembali kepekaan hormon insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah rendah hati,, sebagai contoh, di sekitar 5 kg ( 10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada di deposito abdominal yang gemuk. Langkah yang berikutnya, jika perlu,, perawatan dengan lisan [[ antidiabetic drugs. [Sebagai/Ketika/Sebab] produksi hormon insulin adalah pengobatan pada awalnya tak terhalang, lisan ( sering yang digunakan di kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin ( e.g., sulfonylureas) dan mengatur pelepasan/release yang tidak sesuai tentang glukosa oleh hati ( dan menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf tertentu ( e.g., metformin), dan pada hakekatnya menipis pembalasan hormon insulin ( e.g., thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu pengobatan hormon insulin akan jadilah diperlukan untuk memelihara normal atau dekat tingkatan glukosa yang normal. Suatu cara hidup yang tertib tentang cek glukosa darah direkomendasikan dalam banyak kasus, paling terutama sekali dan perlu ketika mengambil kebanyakan pengobatan.
Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin, baru-baru ini diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes mellitus tipe 2.[14] Seperti zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan membuka peluang bagi perkembangan sel tumor maupun kanker.[15][16]
Sebuah fenotipe sangat khas ditunjukkan oleh NIDDM pada manusia adalah defisiensi metabolisme oksidatif di dalam mitokondria[17] pada otot lurik.[18][19] Sebaliknya, hormon tri-iodotironina menginduksi biogenesis di dalam mitokondria dan meningkatkan sintesis ATP sintase pada kompleks V, meningkatkan aktivitas sitokrom c oksidase pada kompleks IV, menurunkan spesi oksigen reaktif, menurunkan stres oksidatif,[20] sedang hormon melatonin akan meningkatkan produksi ATP di dalam mitokondria serta meningkatkan aktivitas respiratory chain, terutama pada kompleks I, III dan IV.[21] Bersama dengan insulin, ketiga hormon ini membentuk siklus yang mengatur fosforilasi oksidatif mitokondria di dalam otot lurik.[22] Di sisi lain, metalotionein yang menghambat aktivitas GSK-3beta akan mengurangi risiko defisiensi otot jantung pada penderita diabetes.[23][24][25]
Simtoma yang terjadi pada NIDDM dapat berkurang dengan dramatis, diikuti dengan pengurangan berat tubuh, setelah dilakukan bedah bypass usus. Hal ini diketahui sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon inkretin, namun para ahli belum dapat menentukan apakah metoda ini dapat memberikan kesembuhan bagi NIDDM dengan perubahan homeostasis glukosa.[26]
Pada terapi tradisional, flavonoid yang mengandung senyawa hesperidin dan naringin, diketahui menyebabkan:[27]
sedang naringin sendiri, menurunkan transkripsi mRNA fosfoenolpiruvat karboksikinase dan glukosa-6 fosfatase di dalam hati.
Hesperidin merupakan senyawa organik yang banyak ditemukan pada buah jenis jeruk, sedang naringin banyak ditemukan pada buah jenis anggur.

Diabetes mellitus tipe 3

Diabetes mellitus gestasional (bahasa Inggris: gestational diabetes, insulin-resistant type 1 diabetes, double diabetes, type 2 diabetes which has progressed to require injected insulin, latent autoimmune diabetes of adults, type 1.5" diabetes, type 3 diabetes, LADA) atau diabetes melitus yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah melahirkan, dengan keterlibatan interleukin-6 dan protein reaktif C pada lintasan patogenesisnya.[29] GDM mungkin dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 20–50% dari wanita penderita GDM bertahan hidup.[rujukan?]
Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 2–5% dari semua kehamilan. GDM bersifat temporer dan dapat meningkat maupun menghilang setelah melahirkan. GDM dapat disembuhkan, namun memerlukan pengawasan medis yang cermat selama masa kehamilan.
Meskipun GDM bersifat sementara, bila tidak ditangani dengan baik dapat membahayakan kesehatan janin maupun sang ibu. Resiko yang dapat dialami oleh bayi meliputi makrosomia (berat bayi yang tinggi/diatas normal), penyakit jantung bawaan dan kelainan sistem saraf pusat, dan cacat otot rangka. Peningkatan hormon insulin janin dapat menghambat produksi surfaktan janin dan mengakibatkan sindrom gangguan pernapasan. Hyperbilirubinemia dapat terjadi akibat kerusakan sel darah merah. Pada kasus yang parah, kematian sebelum kelahiran dapat terjadi, paling umum terjadi sebagai akibat dari perfusi plasenta yang buruk karena kerusakan vaskular. Induksi kehamilan dapat diindikasikan dengan menurunnya fungsi plasenta. Operasi sesar dapat akan dilakukan bila ada tanda bahwa janin dalam bahaya atau peningkatan resiko luka yang berhubungan dengan makrosomia, seperti distosia bahu.

Patofisiologi

Kemungkinan induksi diabetes tipe 2 dari berbagai macam kelainan hormonal, seperti hormon sekresi kelenjar adrenal, hipofisis dan tiroid merupakan studi pengamatan yang sedang laik daun saat ini. Sebagai contoh, timbulnya IGT dan diabetes mellitus sering disebut terkait oleh akromegali dan hiperkortisolisme atau sindrom Cushing.
Hipersekresi hormon GH pada akromegali dan sindrom Cushing sering berakibat pada resistansi insulin, baik pada hati dan organ lain, dengan simtoma hiperinsulinemia dan hiperglisemia, yang berdampak pada penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian.[30]
GH memang memiliki peran penting dalam metabolisme glukosa dengan menstimulasi glukogenesis dan lipolisis, dan meningkatkan kadar glukosa darah dan asam lemak. Sebaliknya, insulin-like growth factor 1 (IGF-I) meningkatkan kepekaan terhadap insulin, terutama pada otot lurik. Walaupun demikian, pada akromegali, peningkatan rasio IGF-I tidak dapat menurunkan resistansi insulin, oleh karena berlebihnya GH.
Terapi dengan somatostatin dapat meredam kelebihan GH pada sebagian banyak orang, tetapi karena juga menghambat sekresi insulin dari pankreas, terapi ini akan memicu komplikasi pada toleransi glukosa.
Sedangkan hipersekresi hormon kortisol pada hiperkortisolisme yang menjadi penyebab obesitas viseral, resistansi insulin, dan dislipidemia, mengarah pada hiperglisemia dan turunnya toleransi glukosa, terjadinya resistansi insulin, stimulasi glukoneogenesis dan glikogenolisis. Saat bersinergis dengan kofaktor hipertensi, hiperkoagulasi, dapat meningkatkan risiko kardiovaskular.
Hipersekresi hormon juga terjadi pada kelenjar tiroid berupa tri-iodotironina dengan hipertiroidisme yang menyebabkan abnormalnya toleransi glukosa.
Pada penderita tumor neuroendokrin, terjadi perubahan toleransi glukosa yang disebabkan oleh hiposekresi insulin, seperti yang terjadi pada pasien bedah pankreas, feokromositoma, glukagonoma dan somatostatinoma.
Hipersekresi hormon ditengarai juga menginduksi diabetes tipe lain, yaitu tipe 1. Sinergi hormon berbentuk sitokina, interferon-gamma dan TNF-α, dijumpai membawa sinyal apoptosis bagi sel beta, baik in vitro maupun in vivo.[31] Apoptosis sel beta juga terjadi akibat mekanisme Fas-FasL,[32][33] dan/atau hipersekresi molekul sitotoksik, seperti granzim dan perforin; selain hiperaktivitas sel T CD8- dan CD4-.[33]

Komplikasi

Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius lebih umum bila kontrol kadar gula darah buruk.

Ketoasidosis diabetikum

Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan sering kencing, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernapasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau napas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius. Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering kencing dan haus. Jarang terjadi ketoasidosis.[rujukan?] Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.[rujukan?]

Hipoglikemi

Diagnosis


Tabel: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl).[34] Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu:


Plasma vena <110 110 - 199 >200
Darah kapiler <90 90 - 199 >200
Kadar glukosa darah puasa:


Plasma vena <110 110 - 125 >126
Darah kapiler <90 90 - 109 >110

Simtoma klinis

Simtoma hiperglisemia lebih lanjut menginduksi tiga gejala klasik lainnya:
dan setelah jangka panjang tanpa perawatan memadai, dapat memicu berbagai komplikasi kronis, seperti:
dan gejala lain seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria dan hiperosmolar non-ketotik yang dapat berakibat pada stupor dan koma.
Kata diabetes mellitus itu sendiri mengacu pada simtoma yang disebut glikosuria, atau kencing manis, yang terjadi jika penderita tidak segera mendapatkan perawatan.

Penanganan

Pasien yang cukup terkendali dengan pengaturan makan saja tidak mengalami kesulitan kalau berpuasa. Pasien yang cukup terkendali dengan obat dosis tunggal juga tidak mengalami kesulitan untuk berpuasa. Obat diberikan pada saat berbuka puasa. Untuk yang terkendali dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dosis tinggi, obat diberikan dengan dosis sebelum berbuka lebih besar daripada dosis sahur. Untuk yang memakai insulin, dipakai insulin jangka menengah yang diberikan saat berbuka saja. Sedangkan pasien yang harus menggunakan insulin (DMTI) dosis ganda, dianjurkan untuk tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan.[34]