Podositopati
Perubahan renal yang disebabkan oleh diabetes mellitus yang tidak dapat diperbaiki kembali, seperti glomeruloskerosis dan fibrosis tubulointerstitial selalu didahului oleh proses hipertropi pada bagian glomerulus dan tubula proksimal.[1] Dari pengamatan terhadap manusia, subyek dengan nefropati klinis diketahui mempunyai jumlah podosit yang lebih sedikit per glomerulus, dibandingkan dengan subyek yang tidak memiliki simtoma nefropati. Hal ini lambat laun menginduksi perkembangan glomerulosklerosis diabetik. Sebaliknya, hipertropi pada podosit yang disebabkan oleh simtoma hiperglisemia akan berakibat pada berkurangnya jumlah podosit pada tiap glomerulus.Glomerulopati
Albuminuria-mikro merupakan gejala paling awal dari glomerulopati diabetik.[2] Pada tingkat molekular, lintasan metabolisme yang diaktivasi oleh hiperglisemia, glikasi protein, faktor hemodinamik dan stres oksidatif merupakan hal yang sangat penting pada nefropati diabetik. Berbagai hormon faktor pertumbuhan dan sitokina diinduksi melalui lintasan transduksi sinyal selular yang sangat kompleks.Hormon TGF-β1 kini diketahui sebagai mediator perkembangan hipertropi renal dan akumulasi komponen matriks ekstraselular mesangial, dan hilangnya proteoglikan pada membran dasar glomerular dipertanyakan sebagai penyebab albuminuria. VEGF yang disekresi podosit sebagai faktor angiogenik dan permeabilitas, yang meningkat pada diabetik nefropati, kemungkinan besar merupakan mediator utama yang memungkinkan peningkatan filtrasi protein; sedangkan penurunan jumlah dan kepadatan podosit, penebalan membran dasar glomerular oleh senyawa matriks alternatif, penurunan nefrin pada celah diafragma merupakan hal-hal yang mencerminkan penyebab utama yang berakibat pada albuinuria.
Banyak simtoma ini diinduksi oleh sinergi beberapa hal yaitu angiotensin II, hiperglisemia, peregangan mekanis dan albuminuria. Angiotensin II merupakan stimulan sekresi VEGF oleh podosit, akan menekan ekspresi nefrin dan menginduksi TGF-β1 yang berakibat pada apoptosis dan berkembangnya glomeruloskerosis. Lebih lanjut proteinuria akan menginduksi radang tubulointerstitial pada sel tubular, sehingga terjadi fibrosis dan atropi tubular. Selain itu, perubahan komposisi senyawa hasil filtrasi yang kini mengandung protein seperti TGF-β1 dan insulin-like growth factor I juga akan memberikan pengaruh terhadap perubahan pada sel tubular.
Lebih lanjut, angiotensin II akan memberikan stimulasi terhadi sel tubular untuk menyerap protein tersebut sehingga meningkatkan produksi sitokina pro-peradangan dan profibrotik. Hal ini akan memicu proses kemotaksis dan mengundang makrofaga dan sel darah putih ke dalam tubulinterstitium. Peningkatan sintesis protein matriks ekstraselular oleh sel tubular dan fibroblas interstitial yang tidak diimbangi oleh penyerapan yang sepadan, oleh karena proses peradangan yang sedang berlangsung, akan mengakibatkan fibrosis interstitial. Lebih-lebih karena sel tubular yang berada pada stimulasi kronis angiotensin II dan TGF-β1 akan terdediferensiasi menjadi fibroblas melalui suatu proses yang disebut transisi epitelial mesenkimal yang merupakan atropi pada jaringan tubular proksimal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar